Sunday, October 13, 2019

Pendakian Gunung Prau Teknik TekTok+Ultralight Hiking


Pendakian ke gunung Prau ini sebenarnya bagi saya sudah kesekian kalinya dan salah satunya ada di artikel sebelumnya yaitu Pendakian Gunung Prau 2.565 mdpl - Dieng. Kali ini juga untuk kedua kalinya mendaki Gunung Prau via Patak Banteng dengan teknik tek-tok atau pulang pergi dan Ultralight Hiking. Belum mengerti apa itu teknik tek-tok?

Baiklah, akan saya jelaskan sedikit untuk teknik ini yaitu biasa dibarengkan dengan teknik Ultralight Hiking yaitu suatu metode yang digunakan para pegiat pejalan alam bebas dengan membawa perlengkapan se-minim dan seringan mungkin tapi tidak lupa dengan alat-alat keamaan di alam bebas. Karena niat kita berdua hanya ingin menikmati sunrise di atas puncak gunung dan tidak perlu mendirikan camp saat perjalan.

Sekitar pertengahan September 2019 dan masih musim kemarau karena waktu yang tepat untuk mendaki Gunung Prau, Wonosobo, Jawa Tengah. Sebab saat kemarau rute pendakian tidak begitu basah sehingga lebih mudah untuk mendaki gunung dengan ketinggian 2.565 meter di atas permukaan laut itu. Tapi kekurangan mendaki saat musim kemarau yaitu banyaknya debu saat melakukan pendakian dan sangat dianjurkan memakai masker saat mendaki.


Start Awal Perjalanan Ke Dieng

Tanpa rencana sebelumnya tiba-tiba teman SMA di Purbalingga mengajak untuk naik ke Gunung Prau, dan sebenarnya sebelumnya udah pernah juga naik bareng dia dan 1 teman lagi jadi hanya bertiga dengan hanya tek-tok (seperti penjelasan di atas) dan kali ini berarti cuma mendaki 2 orang saja. Hari jum'atnya rencanakan dan sabtunya langsung berangkat, dia kerja di Kebumen di salah satu Bank BUMN. Jadi start awal perjalanan ini dimulai dari Kebumen ke Jogjakarta dulu untuk nyamperin saya dulu karena kerja di Jogja.

Perjalanan dari Jogja hari Sabtu sekitar jam 5 sore baru bisa keluar Jogja untuk menuju ke Wonosobo. Sampai Wonosobo sekitar jam 8 malam, istirahat sejenak untuk sholat dan makan. Melanjutkan ke basecamp Gunung Prau di Patak Banteng dan sampai disana sekitar jam 10 malam. Parkiran sudah hampir penuh, sama mas mas tukang parkir disuruh registrasi dahulu biar nanti saat akan naik langsung naik aja. Istirahat dulu dan tidur di mobil karena di basecamp sudah penuh orang, untuk melakukan pendakian jam 3 pagi nanti.

Kami berangkat melalui jalur pendakian Patak Banteng karena Jalur pendakian itu termasuk favorit para pendaki karena membutuhkan waktu relatif singkat yakni 2-3 jam. Tiket masuk hampir sama pada saat terakhir naik lewat jalur ini yaitu 15 ribu per orang dan dikasih juga plastik sampah.

Pendakian kami dimulai mulai pukul 3 pagi karena estimasi perjalanan yang hanya 2 jam jadi pas saat akan sunrise sudah berada di puncak Gunung Prau dan hanya membawa bekal air minum 1 botol besar, kopi panas 1 botol kecil dan cemilan untuk sarapan pagi. Untuk saat ini juga tidak perlu khawatir kekurangan air karena setelah Pos 1 masih banyak warung yang buka.

Eksplore Lebih Jauh Gn. Prau Via Patak Banteng

Karena jarak tempuh menuju Puncak yang cukup singkat, maka banyak pendaki yang pulang-pergi atau dikenal dengan istilah "tek-tok" tadi dan biasanya pendaki ingin melihat matahari terbit di puncak Prau yang terkenal itu.

Namun, pendaki bisa pula berkemah di area Camp di puncak Prau. Biasanya pendaki yang ingin berkemah mendaki pada pagi hari yakni sekitar pukul 06.00 sehingga sampai di puncak sekitar pukul 09.00 WIB.

Di awal perjalanan ini, pendaki akan menemui medan seperti tangga dan membuat mental seseorang yang baru naik kesana kebanyakan langsung drop down. Kemudian dilanjutkan batu-batu yang diratakan dengan sudut cukup menukik. Menuju pos satu yang disebut Sikut Dewo, pendaki akan melihat perkebunan kentang dan wortel di sekitar jalur pendakian dan saat ini juga sudah banyak warung-warung makanan disini. Selanjutnya medan jalur akan lebih banyak tanah dan bebatuan sampai tiba di pos dua.

Jarak pos dua ke pos tiga cukup jauh dan terjal. Namun pos tiga yang disebut Cacingan berupa pohon-pohon besar dengan akar yang mengikat tanah. Itu juga yang membuatnya dinamakan cacingan karena bentuknya seperti cacing.

Sesampai di pos tiga menuju puncak, jalurnya lebih terjal lagi. Sesekali, kami harus merangkak karena jarak batu pijakan ke pijakan lainnya cukup tinggi. Terlebih perjalanan kami lakukan dini hari saat masih gelap.

Udara di puncak Prau saat itu cukup dingin dengan angin yang cukup kencang. Sehingga dari awal kaki ini melangkah, kami langsung menggunakan jaket gunung tebal. Kami berdua sampai puncak -+ 2jam,  awalnya agak pesimis tidak dapat sunrise yang bagus, soalnya langit kelihatan mendung, tapi saat di puncaknya dan minum kopi sejenak, tiba-tiba di cakrawala nan jauh disana sedikit demi sedikit menampakan sinar jingga di antara cakrawala.  sinar matahari mulai keluar malu-malu dari balik awan. Perbukitan di puncak Prau yang sering disebut dengan Bukit Teletubbies itu pun mulai disirami cahaya, membuatnya terlihat lebih cantik. Alhamdulillah ya

Tak hanya itu, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang berada tak jauh dari Prau juga terlihat meski diselimuti awan dan kabut. Meski tak dapat melihat matahari terbit dengan sempurna di puncak Prau, keindahan pemandangan selama di perjalanan naik maupun turun menjadi pemuas kerinduan pada alam. Dan kali ini kita berdua menyusuri beberapa bukit lagi ke arah timur, ada beberapa pendaki yang membuat camp di daerah ini. Ternyata mereka juga bukan naik lewat basecamp Patak Banteng tapi lewat jalur lain yang lebih sepi dan durasi perjalanan lebih lama serta landai